Langsung ke konten utama

Dialog Antara Petani Marhaen dan Soekarno ( Bung Karno)

Legenda tentang seorang petani miskin bernama Marhaen. Mang Darmin adalah salah satu cucu Marhaen itu. Ki Marhaen memiliki tujuh cucu termasuk Mang Darmin cucu nomor tiga. Suatu hari Soekarno bertemu dengan Marhaen secara kebetulan ketika sedang berjalan- jalan di daerah Cigereleng, Bandung. Dia Melihat seorang petani yang sedang menggarap sawah dan kemudian menghampirinya serta mengajak Marhaen berbicara.

| Cover Book "Sukarno A Political Biography | Source

   John D Legge, mantan guru besar sejarah di Monash University Australia di dalam bukunya yang berjudul "Sukarno A Political Biography" juga mendeskripsikan pembicaraan Soekarno dengan Marhaen. Dialog antara Soekarno (Bung Karno) dan seorang petani miskin bernama Marhaen sebagai berikut ;

"Milik siapa tanah ini ?" tanya Soekarno."

"Saya", jawab Marhaen.

"Cangkul ini milik siapa ?"

"Saya."

"Kalau peralatan- peralatan itu semua milik siapa ?"

"Punya saya."

"Hasil panen yang kamu kerjakan ini untuk siapa ?"

"Untuk saya."

"Apakah itu cukup untuk keperluan kamu ?"

"Hasilnya pas- pasan untuk mencukupi hidup kami."

"Apakah kamu juga bekerja menggarap tanah orang ?"

"Tidak. Saya harus bekerja keras. Semua tenaga saya untuk lahan saya sendiri."

"Tapi kawan, hidup kamu dalam kemiskinan ?"

"Benar, saya hidup dalam kemiskinan."



  Demikian terkenalnya legenda Marhaen, bukan hanya terdengar di Indonesia akan tetapi juga terdengar di luar negeri. Marhaen dijadikan simbol oleh Soekarno untuk membangkitkan petani dan rakyat miskin. Melalui petani dan rakyat miskin lambat laun berkembanglah faham marhaenisme ini. 

    Perlu kita ketahui cita- cita Bung Karno untuk menjadikan kemerdekaan sebagai jembatan emas bagi segenap bangsa Indonesia untuk mencapai kemakmuran itu belum tercapai. Sebuah ironi kemerdekaan bagi faham marhaenisme yang pernah menjadi simbol perjuangan kebangkitan rakyat miskin pada masa Soekarno.


Referensi dari :

Dharmasaputra, Sutta. 2008. Marhaen Makin Tenggelam. [Nasional Kompas Online]. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2017.